Minto Stone
http://dbpedia.org/resource/Minto_Stone an entity of type: WikicatBuildingsAndStructuresInTheScottishBorders
The Minto Stone or Sangguran Inscription, known in Indonesia as Prasasti Sangguran, is a 3 long tons (3.0 t), 2 metres (6.6 ft) tall epigraphy found in Malang, East Java province. In 1812, Sir Thomas Stamford Raffles, then Lieutenant-Governor of the island of Java, removed it along with the so-called "Calcutta Stone" as a token of appreciation to his superior, then British Governor-General of India, Lord Minto. It consequently became part of the Minto family estate near Hawick, Roxburghshire, Scotland.
rdf:langString
Prasasti Sangguran merupakan prasasti pada batu berangka tahun 850 Syaka (928 Masehi) yang ditemukan di daerah Batu, Malang, dan menyebut nama penguasa daerah pada masa itu, Sri Maharaja Rakai Pangkaja Dyah Wawa Sri Wijayalokanamottungga (Dyah Wawa). Setelah berpuluh-puluh tahun berada di tangan pewaris keluarga Lord Minto di Roxburghshire, Skotlandia, benda bersejarah ini akan dikembalikan ke Indonesia dan disimpan di . Proses negosiasi pemindahan ini telah dilakukan Pemerintah Indonesia sejak 2004 dan kemudian dibantu oleh Hashim Djojohadikusumo, seorang pengusaha nasional.
rdf:langString
rdf:langString
Prasasti Sangguran
rdf:langString
Minto Stone
xsd:integer
31033030
xsd:integer
1082042693
rdf:langString
The Minto Stone or Sangguran Inscription, known in Indonesia as Prasasti Sangguran, is a 3 long tons (3.0 t), 2 metres (6.6 ft) tall epigraphy found in Malang, East Java province. In 1812, Sir Thomas Stamford Raffles, then Lieutenant-Governor of the island of Java, removed it along with the so-called "Calcutta Stone" as a token of appreciation to his superior, then British Governor-General of India, Lord Minto. It consequently became part of the Minto family estate near Hawick, Roxburghshire, Scotland. The inscribed stone is dated to (2 August) 928 CE and mentions the name of a Javanese king, Sri Maharaja Rakai Pangkaja Dyah Wawa Sri Wijayalokanamottungga (Wijayaloka), who then ruled the Malang area. The statement is a grant of rights (sima) to the local ruler and it ends with warnings to anyone wanting to uproot it, cursing that they would meet a horrible death (struck from all sides, beaten, nose cut, head split, liver ripped etc.). According to Indonesian historians, the stone is an important artifact and a crucial source of information. It contains elements about the Mataram Kingdom in Central Java and the shift of power that consequently took place to East Java. Sri Maharaja Rakai Pangkaja Dyah Wawa Sri Wijayalokanamottungga is better known in Indonesia as Dyah Wawa (r. 924—929). He was the last ruler of Mataram. His successor, Mpu Sindok (r. 929—947), moved the court from Central Java to East Java in 929. The reasons for this move are still unclear. Demands for the repatriation of the stone from Scotland to Java, in Indonesia, have been made since 2004. The stone is on private property; it was last photographed in 2011, at which time the repatriation talks were still ongoing.
rdf:langString
Prasasti Sangguran merupakan prasasti pada batu berangka tahun 850 Syaka (928 Masehi) yang ditemukan di daerah Batu, Malang, dan menyebut nama penguasa daerah pada masa itu, Sri Maharaja Rakai Pangkaja Dyah Wawa Sri Wijayalokanamottungga (Dyah Wawa). Prasasti berbentuk tablet ini disebut juga Prasasti Minto (Minto Stone) karena dihadiahkan oleh Raffles kepada atasannya, Lord Minto, yang menjadi wakil raja Inggris di India. Keduanya pernah memimpin Hindia Belanda ketika Britania Raya menguasai Belanda (sebagai taklukan Prancis di era Napoleon) pada dasawarsa kedua abad ke-19. Raffles sendiri memperolehnya sebagai hadiah dari Kolonel Colin Mackenzie, yang mengambilnya setelah melihat batu bertulis ini. Pada awalnya tidak diketahui di mana asal dari prasasti ini, karena Colin Mackenzie melihat batu ini di Surabaya. Penyelidikan arkeologi akhirnya mengetahui asal prasasti ini, yaitu di Ngandat, sekarang berada di Kelurahan Mojorejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu; oleh sebab ini nama lain dari prasasti ini adalah prasasti Ngandat. Penemuan di Junrejo, Batu, pada tahun 2019 memunculkan spekulasi bahwa bangunan suci terkait dengan isi dari prasasti ini adalah candi tersebut. Prasasti bertinggi 2 meter dengan bobot 3,8 ton ini dianggap penting karena menyebut raja Medang, yang berpusat di Jawa Tengah, sebagai penguasa daerah Malang, di Jawa Timur, meskipun angka tahunnya tidak bersepakat dengan prasasti lainnya. Isinya dianggap dapat membantu memecahkan misteri pindahnya pusat kekuasaan dari Jawa Tengah ke wilayah timur Pulau Jawa. Prasasti ini menyebut Mpu Sindok sebagai "mapatih" bukan sebagai "maharaja". Setahun kemudian nampaknya terjadi peralihan kekuasaan, karena prasasti Gemekan (930 Masehi) sudah menyebut Mpu Sindok sebagai penguasa wilayah. Setelah berpuluh-puluh tahun berada di tangan pewaris keluarga Lord Minto di Roxburghshire, Skotlandia, benda bersejarah ini akan dikembalikan ke Indonesia dan disimpan di . Proses negosiasi pemindahan ini telah dilakukan Pemerintah Indonesia sejak 2004 dan kemudian dibantu oleh Hashim Djojohadikusumo, seorang pengusaha nasional.
xsd:nonNegativeInteger
4128