Islamic criminal law in Aceh

http://dbpedia.org/resource/Islamic_criminal_law_in_Aceh

The province of Aceh in Indonesia enforces some provisions of Islamic criminal law, the sole Indonesian province to do so. In Aceh, Islamic criminal law is called jinayat (an Arabic loanword). The laws that implement it are called Qanun Jinayat or Hukum Jinayat, roughly meaning "Islamic criminal code". Although the largely-secular laws of Indonesia apply in Aceh, the provincial government passed additional regulations, some derived from Islamic criminal law, after Indonesia authorized the province to enact regional regulations and granted Aceh special autonomy to implement Islamic law. Offences under the provisions include alcohol consumption, production and distribution, gambling, adultery, rape, sexual harassment, certain intimacies outside marriage, and certain homosexual acts. Punishme rdf:langString
Provinsi Aceh merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang menerapkan syariat yang mengacu pada ketentuan hukum pidana Islam, yang disebut juga hukum jinayat. Undang-undang yang menerapkannya disebut Qanun Aceh No. 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat. Meskipun sebagian besar hukum Indonesia yang sekuler tetap diterapkan di Aceh, pemerintah provinsi dapat menerapkan beberapa peraturan tambahan yang bersumber dari hukum pidana Islam. Pemerintah Indonesia secara resmi mengizinkan setiap provinsi untuk menerapkan peraturan daerah, tetapi Aceh mendapatkan otonomi khusus dengan tambahan izin untuk menerapkan hukum yang berdasarkan syariat Islam sebagai hukum formal. Beberapa pelanggaran yang diatur menurut hukum pidana Islam meliputi produksi, distribusi, dan konsumsi minuman beralkohol, per rdf:langString
rdf:langString Hukum jinayat di Aceh
rdf:langString Islamic criminal law in Aceh
xsd:integer 52852817
xsd:integer 1124917569
rdf:langString The province of Aceh in Indonesia enforces some provisions of Islamic criminal law, the sole Indonesian province to do so. In Aceh, Islamic criminal law is called jinayat (an Arabic loanword). The laws that implement it are called Qanun Jinayat or Hukum Jinayat, roughly meaning "Islamic criminal code". Although the largely-secular laws of Indonesia apply in Aceh, the provincial government passed additional regulations, some derived from Islamic criminal law, after Indonesia authorized the province to enact regional regulations and granted Aceh special autonomy to implement Islamic law. Offences under the provisions include alcohol consumption, production and distribution, gambling, adultery, rape, sexual harassment, certain intimacies outside marriage, and certain homosexual acts. Punishments include caning, fines, and imprisonment. There is no provision for stoning; an attempt to introduce it in 2009 was vetoed by Governor Irwandi Yusuf. In 2016 Aceh processed 324 first instance court cases under Islamic criminal law, and carried out at least 100 caning sentences. Supporters of Islamic criminal law defend its legality under the special autonomy granted to Aceh. Critics, including Amnesty International, object to the use of caning as a punishment, as well as the criminalization of consensual sex outside marriage.
rdf:langString Provinsi Aceh merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang menerapkan syariat yang mengacu pada ketentuan hukum pidana Islam, yang disebut juga hukum jinayat. Undang-undang yang menerapkannya disebut Qanun Aceh No. 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat. Meskipun sebagian besar hukum Indonesia yang sekuler tetap diterapkan di Aceh, pemerintah provinsi dapat menerapkan beberapa peraturan tambahan yang bersumber dari hukum pidana Islam. Pemerintah Indonesia secara resmi mengizinkan setiap provinsi untuk menerapkan peraturan daerah, tetapi Aceh mendapatkan otonomi khusus dengan tambahan izin untuk menerapkan hukum yang berdasarkan syariat Islam sebagai hukum formal. Beberapa pelanggaran yang diatur menurut hukum pidana Islam meliputi produksi, distribusi, dan konsumsi minuman beralkohol, perjudian, perzinahan, bermesraan di luar hubungan nikah, dan seks sesama jenis. Setiap pelaku pelanggaran yang ditindak berdasarkan hukum ini diganjar hukuman cambuk, denda, atau kurungan. Hukum rajam tidak diberlakukan di Aceh, dan upaya untuk memperkenalkan hukuman tersebut pada tahun 2009 gagal karena tidak mendapat persetujuan dari gubernur Irwandi Yusuf. Pendukung hukum jinayat membela keabsahannya berdasarkan status otonomi khusus yang diberikan kepada Aceh. Para penentangnya, termasuk Amnesty International, menolak hukuman cambuk dan pemidanaan hubungan seks di luar nikah, sementara pegiat-pegiat hak perempuan merasa bahwa hukum ini tidak melindungi perempuan, khususnya korban pemerkosaan yang dianggap lebih berat beban pembuktiannya dibandingkan dengan tersangka yang bisa lepas dari tuduhan dengan lima kali sumpah.
xsd:nonNegativeInteger 24025

data from the linked data cloud