History of Mangalorean Catholics
http://dbpedia.org/resource/History_of_Mangalorean_Catholics
The History of Mangalorean Catholics comprises three major eras. The first era consists of the cultural heritage shaped by Indo-Aryan migration into the Indus valley (banks of the Sarasvati river), later the migration to Govapuri (pre-Portuguese Goa) and other prominent areas of the Konkan region, possibly due to a natural disaster that caused the drying up of the Sarasvati. Also, the various invasions and the political upheavals that followed in the pre-Partition eras of the northwest Indian subcontinent might be responsible for migration to Konkan in Western India. The second era was the legacy of Lusitanian culture, from the conversion of their Konkani ancestors to Roman Catholicism in the colonies of the Portuguese in Goa and Bombay-Bassein, and the final era being the migration of the
rdf:langString
Sejarah umat Katolik Mangalore terdiri dari tiga masa utama. Masa yang pertama terdiri dari keturunan Arya dari leluhur mereka, yang sempat tinggal di wilayah yang sekarang berada di Sungai Saraswati, dan kemudian berpindah ke Goa yang dikarenakan sungai meluap dan/atau invasi Muslim. Masa kedua adalah warisan Lusitania, yang dikarenakan pemindahan agama leluhur Hindu mereka di Goa ke Katolik Roma oleh bangsa Portugis, dan masa yang terakhir adalah perpindahan penganut Katolik Goa ke Mangalore dan bagian Kanara Selatan lainnya antara pertengahan abad ke-16 dan pertengahan abad ke-18, membentuk identitas umat Katolik Mangalore yang baru, dan kemudian menjadi komunitas yang bertumbuh dan berkembang. Selama beberapa abad tinggal di Kanara Selatan, mereka menjadikan Katolik sebagai identitas m
rdf:langString
rdf:langString
Sejarah umat Katolik Mangalore
rdf:langString
History of Mangalorean Catholics
xsd:integer
19087477
xsd:integer
1115970572
rdf:langString
The History of Mangalorean Catholics comprises three major eras. The first era consists of the cultural heritage shaped by Indo-Aryan migration into the Indus valley (banks of the Sarasvati river), later the migration to Govapuri (pre-Portuguese Goa) and other prominent areas of the Konkan region, possibly due to a natural disaster that caused the drying up of the Sarasvati. Also, the various invasions and the political upheavals that followed in the pre-Partition eras of the northwest Indian subcontinent might be responsible for migration to Konkan in Western India. The second era was the legacy of Lusitanian culture, from the conversion of their Konkani ancestors to Roman Catholicism in the colonies of the Portuguese in Goa and Bombay-Bassein, and the final era being the migration of the Roman Catholics in Goa to Mangalore and other parts of South Canara between the mid-16th and mid-18th centuries, forming a unique Mangalorean Catholic identity, and the subsequent growth and development of the community. Several centuries of living in South Canara gave these Catholics an identity of their own. Roman Catholics from Goa migrated to Mangalore in three major waves, the first after 1560, the second after 1570, and the third in about 1683. The first wave of migrants left due to the Goan Inquisition that made the use of Konknni, a punishable offence for converts to Western Christianity. The second and third waves left Goa because of famines, epidemics, and political upheavals such as the Sackings of Goa and Bombay-Bassein. During Hyder Ali's regime, the community had flourished. Soon after his son Tippu Sultan gained possession of Mangalore in January 1784, he issued orders to seize the Christians in Canara, confiscate their estates, and deport them to Seringapatam. They had to suffer extreme hardships, torture, death, and persecutions during the captivity, in which many were forcibly converted to Sunni Islam. Of the 60,000-80,000 Christians taken captive, only 15,000-20,000 made it out alive as Christians. The captivity ended with the death of Tippu in the Battle of Seringapatam (1799).
rdf:langString
Sejarah umat Katolik Mangalore terdiri dari tiga masa utama. Masa yang pertama terdiri dari keturunan Arya dari leluhur mereka, yang sempat tinggal di wilayah yang sekarang berada di Sungai Saraswati, dan kemudian berpindah ke Goa yang dikarenakan sungai meluap dan/atau invasi Muslim. Masa kedua adalah warisan Lusitania, yang dikarenakan pemindahan agama leluhur Hindu mereka di Goa ke Katolik Roma oleh bangsa Portugis, dan masa yang terakhir adalah perpindahan penganut Katolik Goa ke Mangalore dan bagian Kanara Selatan lainnya antara pertengahan abad ke-16 dan pertengahan abad ke-18, membentuk identitas umat Katolik Mangalore yang baru, dan kemudian menjadi komunitas yang bertumbuh dan berkembang. Selama beberapa abad tinggal di Kanara Selatan, mereka menjadikan Katolik sebagai identitas mereka sendiri. Penganut Katolik Roma dari Goa berpindah ke Mangalore dalam tiga arus utama, yang pertama setelah 1560, yang kedua setelah 1570, dan yang ketiga sekitar tahun 1683. Arus perpindahan pertama dikarenakan Inkuisisi Goa 1560. Arus kedua dan ketiga karena bencana kelaparan, epidemik, dan masalah politik seperti peperangan Portugis–Maratha. Pada masa rezim Hyder Ali, komunitas tersebut berkembang. Setelah putranya Tippu Sultan mengambil alih jabatannya di Mangalore pada Januari 1784, ia mengeluarkan perintah untuk menangkapi penganut Kristen di Kanara, merampas tempat tinggal mereka, dan membuang mereka ke Seringapatam. Mereka mengalami penderitaan yang berat, penyiksaan, kematian dan penganiayaan pada masa pembuangan tersebut. Beberapa penganut Kristen dipaksa berpindah ke Islam. Dari 60,000-80,000 penganut Kristen yang dibuang, hanya 15,000-20,000 orang yang bertahan hidup sebagai penganut Kristen. Pembuangan tersebut berakhir dengan kematian Tippu dalam Pertempuran Seringapatam (1799).
xsd:nonNegativeInteger
52680