Friedrich Silaban

http://dbpedia.org/resource/Friedrich_Silaban an entity of type: Thing

Friedrich Silaban (16 December 1912 – 14 May 1984) was an Indonesian architect. His most well-known designs, such as the Istiqlal Mosque and the Gelora Bung Karno Stadium in Jakarta, were commissioned during the presidency of Sukarno. Silaban preferred architectural modernism over traditional Indonesian styles. rdf:langString
Friedrich Silaban è stato un architetto indonesiano. Considerato uno dei principali architetti indonesiani del XX secolo, ha lavorato soprattutto tra il 1945 e la fine degli anni 70 progettando monumenti ed edifici pubblici durante l'epoca della presidenza di Sukarno. Tra le sue opere principali è possibile citare: * Il Monumento Nazionale (Monas) in Piazza Merdeka * La Moschea Istiqlal, la più grande moschea del sud-est asiatico, in grado di ospitare fino a 120.000 persone * Lo a Giacarta * Il a Pontianak rdf:langString
Friedrich Silaban (16 Desember 1912 – 14 Mei 1984) adalah seorang opzichter/arsitek generasi awal di negeri Indonesia. Setelah menyelesaikan pendidikan formal di H.I.S. Narumonda, Tapanuli tahun 1927, Koningen Wilhelmina School (K.W.S.) di Jakarta pada tahun 1931, dan Academic van Bouwkunst Amsterdam, Belanda pada tahun 1950, ia kemudian bekerja menjadi pegawai Kotapraja Batavia, Opster Zeni AD Belanda, Kepala Zenie di Pontianak Kalimantan Barat (1937) dan sebagai Kepala DPU Kotapraja Bogor hingga 1965. Seiring perjalanan waktu, ia terkenal dengan berbagai karya besarnya di dunia arsitektur dan rancang bangun. Beberapa hasil karyanya menjadi simbol kebanggaan bagi daerah tersebut. rdf:langString
rdf:langString Friedrich Silaban
rdf:langString Friedrich Silaban
rdf:langString Frederich Silaban
rdf:langString Friedrich Silaban
rdf:langString Friedrich Silaban
xsd:date 1984-05-14
rdf:langString Bonan Dolok, Samosir, Dutch East Indies
xsd:date 1912-12-16
xsd:integer 69585783
xsd:integer 1122586278
rdf:langString
rdf:langString Gelora Bung Karno Stadium
rdf:langString Al-Azhar Great Mosque
rdf:langString Bank Indonesia heaquarters
rdf:langString Indonesian Air Force heaquarters
rdf:langString Istiqlal Mosque, Jakarta
rdf:langString The Equator monument
rdf:langString West Irian Liberation Monument
xsd:date 1912-12-16
rdf:langString Silaban, 1955
xsd:date 1984-05-14
rdf:langString Friedrich Silaban (16 December 1912 – 14 May 1984) was an Indonesian architect. His most well-known designs, such as the Istiqlal Mosque and the Gelora Bung Karno Stadium in Jakarta, were commissioned during the presidency of Sukarno. Silaban preferred architectural modernism over traditional Indonesian styles.
rdf:langString Friedrich Silaban (16 Desember 1912 – 14 Mei 1984) adalah seorang opzichter/arsitek generasi awal di negeri Indonesia. Setelah menyelesaikan pendidikan formal di H.I.S. Narumonda, Tapanuli tahun 1927, Koningen Wilhelmina School (K.W.S.) di Jakarta pada tahun 1931, dan Academic van Bouwkunst Amsterdam, Belanda pada tahun 1950, ia kemudian bekerja menjadi pegawai Kotapraja Batavia, Opster Zeni AD Belanda, Kepala Zenie di Pontianak Kalimantan Barat (1937) dan sebagai Kepala DPU Kotapraja Bogor hingga 1965. Seiring perjalanan waktu, ia terkenal dengan berbagai karya besarnya di dunia arsitektur dan rancang bangun. Beberapa hasil karyanya menjadi simbol kebanggaan bagi daerah tersebut. Friedrich Silaban telah menerima anugerah Tanda Kehormatan Bintang Jasa Sipil berupa Bintang Jasa Utama dari pemerintah atas prestasinya dalam merancang pembangunan Masjid Istiqlal. Friedrich Silaban juga merupakan salah satu penandatangan Konsepsi Kebudayaan yang dimuat di Lentera dan lembaran kebudayaan harian Bintang Timur mulai tanggal 16 Maret 1962 yakni sebuah konsepsi kebudayaan untuk mendukung upaya pemerintah untuk memajukan kebudayaan nasional termasuk musik yang diprakarsai oleh Lekra (Lembaga Kebudajaan Rakjat, onderbouw Partai Komunis Indonesia) dan didukung oleh Lembaga Kebudayaan Nasional (onderbouw Partai Nasional Indonesia) dan Lembaga Seni Budaya Indonesia (Lesbi) milik Pesindo. Selain itu, Friedrich Silaban juga berperan besar dalam pembentukan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI). Pada April 1959, Ir. Soehartono Soesilo yang mewakili biro arsitektur PT Budaya dan Ars. F. Silaban merasa tidak puas atas hasil yang dicapai pada Konferensi Nasional di Jakarta, yakni pembentukan Gabungan Perusahaan Perencanaan dan Pelaksanaan Nasional (GAPERNAS) di mana keduanya berpendapat bahwa kedudukan "perencana dan perancangan" tidaklah sama dan tidak juga setara dengan "pelaksana". Mereka berpendapat pekerjaan perancangan berada di dalam lingkup kegiatan profesional (konsultan), yang mencakupi tanggung jawab moral dan kehormatan perorangan yang terlibat, karena itu tidak semata-mata berorientasi sebagai usaha yang mengejar laba (profit oriented). Sebaliknya pekerjaan pelaksanaan (kontraktor) cenderung bersifat bisnis komersial, yang keberhasilannya diukur dengan besarnya laba dan tanggung jawabnya secara yuridis/formal bersifat kelembagaan atau badan hukum, bukan perorangan serta terbatas pada sisi finansial. Akhir kerja keras dua pelopor ini bermuara pada pertemuan besar pertama para arsitek dua generasi di Bandung pada tanggal 16 dan 17 September 1959. Pertemuan ini dihadiri 21 orang, tiga orang arsitek senior, yaitu: Ars. Friedrich Silaban, Ars. Mohammad Soesilo, Ars. Liem Bwan Tjie dan 18 orang arsitek muda lulusan pertama Jurusan Arsitektur Institut Teknologi Bandung tahun 1958 dan 1959. Dalam pertemuan tersebut dirumuskan tujuan, cita-cita, konsep Anggaran Dasar dan dasar-dasar pendirian persatuan arsitek murni, sebagai yang tertuang dalam dokumen pendiriannya, “Menuju dunia Arsitektur Indonesia yang sehat”. Pada malam yang bersejarah itu resmi berdiri satu-satunya lembaga tertinggi dalam dunia arsitektur profesional Indonesia dengan nama Ikatan Arsitek Indonesia disingkat IAI.
rdf:langString Friedrich Silaban è stato un architetto indonesiano. Considerato uno dei principali architetti indonesiani del XX secolo, ha lavorato soprattutto tra il 1945 e la fine degli anni 70 progettando monumenti ed edifici pubblici durante l'epoca della presidenza di Sukarno. Tra le sue opere principali è possibile citare: * Il Monumento Nazionale (Monas) in Piazza Merdeka * La Moschea Istiqlal, la più grande moschea del sud-est asiatico, in grado di ospitare fino a 120.000 persone * Lo a Giacarta * Il a Pontianak
xsd:nonNegativeInteger 8072

data from the linked data cloud